Yogyakarta memang hadiningrat, kehadiningratannya membuat setiap orang tidak henti-henti membicarakannya serta menjadikannya sebagai kajian, baik bidang budaya, tata negara, politik dan pembahasan lainnya. Provinsi yang berbeda dengan provinsi pada umumnya membuat diberikannya hak keistimewaan yang diberikan konstitusi kepadanya. Keistimewaan yang di dapatkan oleh Yogyakarta adalah sistem suksesi kepala daerah yang berbeda dengan suksesi kepala daerah di provinsi lainnya. Jika di provinsi pada umumnya gubernur dipilih melalui pemilihan umum, maka di Yogyakarta gubernurnya adalah Sultan Hamengkubuwono yang sedang bertahta.
Sumber: Wikipedia |
Sejarah Kesultanan Yogyakarta
Dalam kacamata historisnya, Kasultanan Yogyakarta telah berdiri sekitar tahun 1755 setelah Perjanjian Giyanti sepakati oleh Pangeran Mangkubumi dengan Susuhunan Pakubuwono III. Perjanjian ini hadir sebagai jalan penyelesaian antara kedua belak pihak setelah pecahnya Perang Suksesi Jawa III. Perjanjian Giyanti juga sebagai awal terpecahnya Mataram menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Sinuwun Paku Buwono dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono. Mangkubumi merupakan pendiri sekaligus Sultan Hamengku Buwono I, beliau yang boyong dari Kraton Surakarta menuju Selatan Pulau Jawa yang sekarang kita kenal sebagao Yogyakarta.
Dinamika sejarah terus berjalan, semakin hari, tahun demi tahun Kasultanan Yogyakarta semakin berjalan menuju modernitas, terutama memasuki era kepemimpinan Hamengku Buwono IX. Bagaimana tidak, beliau lah yang menjadi pelopor modernitas di Kasultanan Yogyakarta, sebagai Sultan sekaligus tokoh berpendidikan barat, pendobrak budaya kolot dalam keraton. Satu hal lagi yang perlu diketahui dari HB IX yakni jasa-jasanya untuk kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keterbukaan Keraton pada budaya baru, dilakukan secara menyeluruh pada saat beliau bertahta.
Yogyakarta yang merupakan sebuah Nagari di bawah pimpinan HB IX kala itu menyatakan bergabung kepada Wilayah Kesatuan Republik Indonesia dan akan menjadi bagian darinya pasca Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Hadiah yang diberikan pemerintah pusat atas kesediaan bergabung ini adalah diberikannya kedudukan sebagai pemimpin Yogyakarta yang menjadi bagian dari NKRI pada 19 Agustus 1945. Piagam amanat presiden ini dilanjutkan dengan Amanat Sultan pada 5 September 1945. Amanat Sultan itu adalah: 1) Yogyakarta merupakan daerah Istimewa Kerajaan di dalam NKRI, 2) Sultan sebagai pemegang kekuasaan, 3) Sultan akan bertanggungjawab di hadapan presiden atas Nagari Yogyakarta yang dipimpinnya.
Kehebatan HB IX sebagai raja yang bisa bersinergi dengan KGPAA PA di saat Paku Buwono dan Mangku Negara tidak bisa berintegrasi yang membuat Surakarta dicabut keistimewaannya.
Jasa-jasa HB IX yang tidak luput dari perhatian masyarakat adalah bersedianya Yogyakarta dibuka sebagai Ibu Kota Negara untuk menjalankan pemerintahan saat Jakarta diduduki tentara sekutu, Sultan rela memberikan uangnya untuk menggaji pemerintah Indonesia. Perjuangan lainnya juga dapat dilihat saat bersedianya Sultan membantu penyerangan 10 Maret di Yogyakarta. Selain sebagai gubernur, HB-IX juga telah berkiprah untuk kemajuan Indonesia, beliau pernah menjadi menteri pada kabinet-kabinet zaman Bung Karno, juga menjadi Wakil Presiden saat Pak Harto menjabat pertama kali. HB-IX juga merupakan Bapak Pramuka Indonesia yang pertama.
Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni UUD 1945 Pasal 18B ayat (1) telah memberikan amanat: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Amanat konstitusi tersebut dilanjutkan dengan aturan UU No. 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melalui pemaparan di atas, baik secara historis, budaya dan hukum, maka Yogyakarta memang memiliki keistimewaan karena kedinastiannya. Kedinastian ini adalah sah karena konstitusi telah menghendakinya, serta berbagai jasa-jasa yang pernah ditorehkan oleh Kasultanan Yogyakarta untuk kemerdekaan Indonesia. Ketiadaan Dinasti di Yogyakarta justru akan menghilangkan keistimewaan itu sendiri.
Posting Komentar